Jumat, 10 Maret 2017

Duh, Beda!

Met malem kak. Apa kabar? Ah finally, nulis lagi. Ngetik sih lebih tepatnya.

Hari Jumat, menuju weekend. Menuju hari Sabtu. Menuju malam minggu. Hm, apa tuh?

Skip! No komen!

Sebelumnya, ini hanya permintaan seseorang buat nulis lagi. Ya bagus, akhirnya ada yang butuh hasil tulisan Sarah. Terharu sekaligus harus bertanggungjawab dengan postingan yang satu ini.

Eh, gak postingan ini aja kok. Semua postingan Sarah udah pasti harus dipertanggungjawabkan. Takutnya, menyalahi aturan menulis. Ya pasti sih ya, nulisnya belum sistematis. Hm.

- - - - - - -

Tentang cinta, kapan sih habis membahas cinta? Pertanyaan sulit, karena Sarah belum mampu memberikan jawabannya.

Semua berawal ketika jatuh. Jatuh cinta. Jatuh pada keinginan ingin selalu bersama. Bahkan jatuh pada keinginan akan kepastian; kepastian bersama atau berpisah.

Jatuh cinta, jatuh sejatuh jatuhnya jatuh. Entah pada anak siapa, entah pada latar belakang keluarga seperti apa dan entah pada keyakinan beragama yang bagaimana. Ah rumit pokoknya.

Jatuh cinta, tergila-gila pada angan bahagia yang pada realita tak sebahagia angan. Menebar benih keinginan sesaat, seakan-akan selamanya. Menjurus pada tujuan, status pacaran.

Yap. Hampir semua jatuh cinta berakhir kepastian, bagi mereka yang berani mengungkapkan. Meski, kepastian itu pahit. Ya pahit lah, kalau ditolak. Hm.

Jatuh cinta, bagaimana bisa menjatuhkan cinta diantara dua latar keyakinan beragama yang berbeda?

Menyalahkan keyakinan yang sudah diyakini sejak dini, gak masuk akal. Menyalahkan Tuhan yang Maha Membolak-balikan keadaan, gak bersyukur. Menyalahkan diri sendiri kenapa jatuh cinta pada dia yang beda keyakinan dengan pribadi, gak tau diri.

Mau menyalahkan siapa jadinya? Entah, Sarah pun bingung jika dihadapkan pada keadaan seperti itu.

Bagaimana jika dikembalikan pada prinsip masing-masing?

Contoh, menurut Sarah, jatuh cinta dengan latar belakang keyakinan berbeda itu gak perlu jadi masalah, tinggal jalanin aja. Bukan untuk pacaran, udah cape pacaran, karena sekarang sedang mempersiapkan untuk peng-halal-an, kok curhat? Skip! Jalanin aja tuh, ya jalanin, sambil nikmatin kebersamaan yang bisa dilalui bersama sebatas pertemanan, teman, gak lebih. Kalau pada akhirnya ingin keseriusan, seriuzzz, nah prinsip Sarah, ya calon pasangan itu yang ikut keyakinan seperti keyakinan Sarah. Mau alasan apapun, gak pernah Sarah berkeinginan meninggalkan keyakinan yang udah dididik keluarga dari kecil. Ya gitu, prinsip Sarah. Lebih lengkapnya, nanti lah kalau emang serius pengen serius dijelasin lagi.

But, buat kalian laki-laki, calon imam, yang tentu berlatar belakang keyakinan sama dengan Sarah, usahakan, bahkan lebih baik patenkan, kalau jatuh cinta dengan beda latar belakang keyakinan, lebih baik ajak si calon menjadi makmum kalian.

Bukan memaksakan kehendak, tapi setidaknya kan berawal dari mengajak si calon mengikuti keyakinan kalian, ya kalian belajar juga jadi imam yang baik. Tanggungjawab kalian sebagai calon imam, makin luar biasa ditantang. Tuhan Maha Segalanya, yakin pada Tuhan, maka Tuhan memudahkan semua yang sulit.

Gak maksud menggurui atau gimana, that's my opinion. Opini bocah 20 tahun yang masih sering buta karena cinta. Kalau emang gak sependat, ya wajar.

- - - - - - -

Cukup lah ya memberi pendapat tentang jatuh cinta. Sarah lagi muak sama cinta. Apalagi cinta pada manusia. Beuh, gak selesai-selesai buat dibahas.

Bantu doa, agar Sarah tetap jatuh cinta pada aksara, agar rajin membaca dan kemudian diolah menjadi rangkaian kata penuh cinta.

Plak! Lagi-lagi cinta. Selamat beristirahat kak, semoga weekendnya menyenangkan. Kalau emang membosankan, bisa lah kapan-kapan kita weekend barengan kak. Gimana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar