Sabtu, 27 Agustus 2016

Sampai Kapan Tuhan - (Puisi)

Sampai Kapan Tuhan

Karya Sr. Azzahra

Tidak ada kesempatan untuknya
Selain menghadapi skenario-Nya
Tidak ada pilihan untuknya
Selain bersyukur atas skenario-Nya

Alur yang tak bisa ditebak
Dan kejutan ditiap detik
Waktu yang berdetak
Selalu membuatnya terkikik pelik

Bahkan, ribuan kubik sudah tumpah
Mungkin menghanyutkan kecewa
Beserta seluruh dukanya
Sayang, pelangi belum juga tampak

Sampai kapan Tuhan?
Tanyanya dalam doa
Mengapa aku Tuhan?
Jeritnya menggema

Sumedang
27 Agustus 2016

Selasa, 16 Agustus 2016

Plog - (Cerpen part V) - Tamat

"Guys!!! Makasih banget empat bulan ini gue bisa bener-bener lupain Wipo. Dan cukup Wipo yang gue lupain, kenangan dan persahabatan kita gak akan pernah gue lupain. Janji", Lesya mengacungkan jari kelingkingnya tanda dia berjanji kepada sahabat-sahabatnya.

"Akhirnya, selamat Sya! Lu bebas juga kan dari Wipo. Tapi acara hedon kita gak ada kata bebas, kita harus tetep jaga kehedonan kita buat eksplor Indonesia", ajakku bersemangat.

"Pastinya lah. Selain jadi anak kekinian, kita juga punya tanggungjawab sama negara sebagai guru"

"Masih calon guru, Ur. Baru juga tingkat satu, sabar kali wey!", Putra menyenggol lengan Uur.

"Besok udah mulai libur. Awas aja pada sombong sama gue! Blacklist dari daftar orang yang gue sayang nanti"

"Wuih! Serem bang kece ngancemnya. Kita friend, gak akan sombong kok"

"Nah bener tuh, Lo. Gak ada sombong", Putra menegaskan ucapan Lesya.

Kami berlima saling berlangkulan. Libur semester kedua untuk kami, tentu saja berbeda dengan libur semester pertama. Libur semester lalu, persahabatan kami baru menjadi benih yang dipupuk dengan kasih sayang. Sedangkan semester ini, persahabatan kami mulai tumbuh dengan kepercayaan yang cukup mengikat satu sama lain.
-------
Seminggu pertama libur dari total sembilan minggu, komunikasi kami masih lancar, sangat lancar. Grup chat masih ramai dengan chat-chat tidak bermutu, tidak bermanfaat bahkan berbau hal negatif seperti saling ejek. Tetapi chat tersebut bukan masalah, karena dengan chat saling ejek mampu menetralkan hati agar tidak mudah sakit dengan cemoohan sahabat sendiri. Kadang memakan jatah tidurku dan membuatku mampu begadang dengan chat aneh mereka. Ya mereka, empat orang yang baru satu tahun terakhir ini membuat dampak bahagia yang belum ada tandingannya. Bukan berarti tidak ada orang lain yang membuatku bahagia, karena saat ini aku masih bercerita tentang mereka bukan orang lain.

Memasuki minggu keempat libur mulai terdengar gemericik rindu dari dalam hati. Waktu selalu ada untuk bertemu, tapi tau sendiri bagaimana wacana akan tetap menjadi wacana. Grup chat sepi dan aku lebih sering personal chat dengan Raylo.

"Lo jalan kuy!", chatku malam kemarin.

"Mau kemana sih, Ny? Baru juga sebulan gak ketemu udah kangen aja sama gue hahaha"

"Bukan gitu, gue mau ngajak semua kumpul rada susah. Putra ikut nyokapnya ngajar sekaligus ngelatih kecakapannya jadi guru. Lesya baru mulai sibuk ikut audisi mojang - jajaka Bandung, ketagihan sama Bandung doi sepertinya. Satu lagi Uur, ya ada kesempatan sih buat ngajak dia. Lu ajak coba, Lo"

"Oke gue ajak Uur. Besok atau lusa gue kabarin lagi. Gue tidur duluan, Ny. Besok pagi harus nganter ade gue sekolah. Lu cepet tidur gih, biar gak keterusan kangen gue wkwkwk. Bye!"

"Yayaya, sana dah bang ojek kece tidur, gue belom ngantuk. Bye maksimal yoo!", balasku.
-------
Singkat cerita, lima hari kemudian aku, Raylo dan Uur bertemu. Dan malam hari ini setelah pertemuan siang tadi, aku mengecek kembali kiriman momen di path milikku.

Momen paling atas sudah jelas momen pertemuanku dengan Raylo dan Uur. Lima hari sebelum pertemuanku, momen aku mendengarkan lagu Goyang Dumang dari Cita Citata. Bukan tanpa alasan aku update momen tersebut. Satu alasan yang kuat karena aku sedang merindukan empat orang kawanku yang biasanya dikampus Uur paling semangat menyanyi kalau sudah mendengar lagu tersebut ditambah beragam goyang yang dipadupadankan antara goyanganku, Lesya, Putra dan Raylo. Momen satu bulan sebelum pertemuanku siang tadi yaitu screencapture chat kami, yang isinya jelas, bahkan sangat jelas tidak mencerminkan calon guru PAUD. Mungkin itu kekhilafan karena kedekatan kami yang pada waktu itu tidak bisa digantikan dengan momen lain begitu saja.

Masih banyak momen lain, selain liburan singkat kami di Bandung, yang sulit dijelaskan secara rinci. Bukan sulit karena tak bisa dijelaskan,  ini sulit karena butuh waktu tujuh hari tujuh malam untuk menjelaskannya, atau mungkin lebih dari itu. Dan setiap momen yang aku update di path punya kenangan tersendiri, layaknya blog.

Aku juga punya blog, isinya beberapa tugas kuliah dan curahan hati mahasiswa baru. Berbeda dengan plog, sebutan untuk momen di path yang aku anggap sebagai blog secara tidak langsung. Aku menganggap pathku adalah blog karena setiap momen yang aku update sudah jelas apa yang perlu disampaikan (ini khusus pathku). Seperti, waktunya yang tertera jelas, sedang pergi kemana tertera jelas, pergi dengan siapa tertera jelas dan jika tidur pun tertera jelas dimomen yang ada.

Kembali bercerita tentang malam hari ini karena malam ini sudah semakin larut. Aku tetap menggulirkan layar smartphoneku sampai dimomen empat bulan lalu ketika baru masuk kuliah dan langsung sibuk tugas kunjungan ke beberapa PAUD di Jakarta. Pikiranku mulai kacau. Sudah tidak waras. Karena semakin jauh aku menggulirkan momen yang ada nama mereka, mimik wajahku berubah-ubah. Mulai dari senyum, kemudian berpikir, ketawa sendiri, senyum lagi, begitu seterusnya sampai aku tertidur setelah terlalu jauh menggulirkan layar smartphoneku.
-------
"Hai geng! Rinduuu"

"Selow lah, Put. Besok juga ketemu di kampus. Gak sabar pengen ketemu yang kepilih jadi mojang favorit nih", goda Uur.

"Yoi. Besok pulang ngampus bisa kali ditraktir", timpal Raylo.

"Setuju lah ya kalo ditraktir", jawabku.

"Jang, mojang, kemana woy?", Raylo ngechat digrup mencari kehadiran Lesya yang tak kunjung ada jawabnya.

"Jang, mojang, kemana woy? (2)", aku mengikuti.

"Jang, mojang, kemana woy? (3)", Putra juga mengikuti.

Et dah. Sama semua ngechatnya. Samain juga deh kalo gitu. Jang, mojang, kemana woy? (999)"

"Wah Uur. Semangat amat lu, dari tiga langsung 999, nanti anak murid lu bisa ikut-ikutan ke jalan kesesatan kalo baca chat lu hahaha"

"Hayoloh Uur. Anak muridnya kagak jadi pinter"

"Put! Lo! Selow. Anak murid gue bakal gue didik jadi penerus bangsa yang bener. Gak akan kaya kita, begadang malah ngebahas yang gak baik, parah parah . . . hahaha"

"Halo", singkat chat Lesya.

"Halo juga mojang", balasku cepat.

"Halo Syasya sayang", balas Uur.
"Yoo, Sya", balas Raylo.

"Apa kabar geng? Gue baru bangun. Akhirnya tidur nyenyak juga dikasur sendiri. Besok ngampus jam brp?"

"Halo, Sya. Gue baik kok. Kita sih jam 7 caw. Nanti Uur jemput kita kok, doi baru dikasih roda empat baru", jawab Putra.

"Seriusan?!!!"

"Dih? Bener tuh mobil baru. Gak cerita ke gue, cukup tau gue sih!"

Aku dan Raylo terkejut membaca balasan chat dari Putra.

"He he he", singkat jawab Uur.

"Dah udah. Biar gak penasaran, pada tidur sekarang, biar gak kelamaan tuh nunggu Uur jemput kalian bsk pagi. Bye! Gnight! Buat Lesya, mungkin lu bakal telat tidur, karena lu baru bangun hahaha"

"Bye abang hedon. Gnight semuanya, gue juga tidur yay!", jawabku.
-------
Sesampainya di kampus, keanehan diantara kami makin menjadi. Urat malu diantara kami sepertinya juga sudah putus. Karena ketika sampai di gedung kuliah ada banyak kertas berisikan daftar absen dan jadwal kuliah semester tiga, kemudian yang membuat kami lupa menjadi pemalu sebagai calon guru adalah kami bersorak bersamaan saat melihat daftar absen kami satu kelas.

Misi hedon disemester tiga dijanjikan akan terus berlanjut, tapi mungkinkah? Tentu saja mungkin, jika kami tetap memegang teguh tanggungjawab untuk menepati janji kami bersama. Dan aku, tentu saja menjanjikan akan meneruskan plogku, khusunya untuk kenangan dan kesenangan tersendiri.

Sabtu, 06 Agustus 2016

Plog - (Cerpen part IV)

Sabtu pagi, aku dan empat orang kawanku bersiap-siap menuju tempat wisata. Pagi hari ini bersinar lebih cerah daripada  pagi hari sebelumnya. Aku sendiri belum tau tujuan pastinya tempat wisata yang mana.

"Yuk, Ny"

"Iya bentar, Sya. Nyemprot parfum dulu, kali aja memikat jajaka Bandung"

"Ah mblo, ngarep mulu, cowok Jakarta aja belom ada satu yang nyantol, jauh-jauh lu nyari yang di Bandung. Gue tunggu di lobby deh kalo gitu. Bye!", Lesya membuka pintu kamar dan melangkah menuju lobby.

"Hati-hati mblo", teriakku sebelum Lesya berhasil merapatkan pintu kamar.
-------
"Asik sampeeee", teriak Lesya ketika berhasil turun dari mobilku. "Geng, welcome to Floating Market Lembang"

"Neng pelan-pelan neng, nanti kesandung batu kan sakit"

"Iya bang Uur. Perhatian deh ah. Langsung aja napa, masa diluar gini aja", Lesya mulai menarik tangan Uur menuju tempat beli tiket.

"Wait! Foto dulu dong, update di path kan belom"

"Oh iya bener tuh bang hedon, minta tolong orang gih fotoin...Ur", Lesya nyengir ke Uur.

"Giliran kaya gini aja baru deh butuhin gue"

"Ah babang Uur suka ambekan ya kalo lagi main di Bandung, nanti peyeum...puan Bandungnya gagal deh dideketin abang"

"Nah setuju gue sama lu, Lo. Hahaha", Putra tertawa.

"Yadah yadah. Gue cariin orang dulu, bentar...", Uur melangkah pergi mendekati seseorang.

"Yuk sini, A Rio. Temen-temen saya gak gigit kok", ajak Uur kepada seseorang yang diminta tolong untuk memoto kami.

"Eh geng. Cepet!"

Kami berlima mulai mengatur posisi untuk foto. Sama seperti di mobil, aku - Putra - Lesya berada dibarisan belakang, sedangkan Uur dan Ilo berada di depan kami bertiga dengan posisi setengah berdiri seperti para pemain bola yang mau difoto kalau lagi di lapangan. Dengan gaya andalan saling rangkul, aku dan Lesya yang berada dipinggir kanan dan kiri membentangkan salah satu tangan yang tidak merangkul di pundak Putra. Untuk yang satu itu (membentangkan tangan), khusus permintaan bang hedon.

"Oke. Siap ya! Satu, duaaa...tiga", teriak A Rio.

"Aa sekali lagi ya", pinta Uur.

"Oke semua, liat kamera kalo liat saya mah nanti naksir"

"Yah aa, tau aja saya jomblo bisa naksir", timpal Lesya.

Kali ini, tanganku yang tidak merangkul di pundak Putra kumasukan ke dalam saku jaket. Berbeda dengan Lesya yang jarinya membentuk huruf V (telunjuk dan tengah) kemudian ditempelkan di hidungnya.

"Udah siap nih? Saya itung ya. Satu duaaa...tiga"

A Rio menyerahkan handphone pada Uur.

"A Rio makasih ya", ucapku dan Lesya bersamaan.

"Iya neng, sama-sama. Duluan ya, mau parkirin mobil lagi tuh", sambil tersenyum A Rio pergi meninggalkan kami.

"Nih hp lu, bagus kan hasilnya?"

"Yoi. Makasih Uur", sambil mencubit pipi Uur, tangan Putra yang satunya meraih handphonenya kembali.

"Bang hedon gemesan ih sama Uur, bae-bae nanti naksir"

"Ebuset. Ngaco aja Ilo kalo ngomong", Putra menjitak kepala Ilo.

"Ampun bang", Ilo meringis.
-------
"Mau pada makan apa?", tanya Ilo.

"Belom tau deh, gue mau liat-liat dulu sama Unny", jawab Lesya.

"Kalo lu Ur?"

"Gue berdua lu aja makannya, yang enak apaan?"

"Ah lu, Ur. Kaya gak tau Ilo aja. Doi kan doyan makan, apa aja enak"

"Bang hedon ngertiin aku aja", kedip Ilo ke Putra.

"Ilo ngapa? Masa si kece jadi memble gini sekarang. Idih..."

"Biarin aja, Ny. Efek main kejauhan suka error kan si Ilo. Hahaha", tawa Uur.

"Gue nyari toilet dulu ya", Putra melangkah pergi dari tempat duduk.

"Gue juga mau keliling deh sama Unny sekarang, yuk"

"Bentar, Sya. Ini kalo mau mesen makan gimana dah? Kenapa gue jadi kudet?"

"Bang kece tuh kesana, tuker uang yang seratus ribu misalnya, jadi bentuk logaman gitu, tapi bukan uang logam. Ini logamnya khusus di tempat ini aja. Mulai dari nominal 5000 sampe 20.000 kalo gak salah paling gede, tiap nominal tuh beda warnanya. Nah nanti, pas lu berdua atau salah satu dari lu mau beli makan, kasihin deh tuh uang logamnya sesuai harga makanannya. Langsung bayar pas pesen makannya"

"Oke Syayang, Bang Uur ngerti. Makasih yaaa"

"Kok lu tau banyak, Sya? Pernah kesini sebelumnya?", Ilo heran mendengar penjelasan Lesya barusan.

"Eh anuuu...dulu Wipo yang jelasin ke gue pas dia ke Floating Market sama keluarganya...hehehe"

"Duh, ada yang lagi kangen mantan nih kayanya", ledekku.

"Apaan sih, Ny. Udah yuk keliling aja", wajah Lesya memerah.

"Yaudah iya ayo deh ayo, biar lupa barusan Lesyaku abis nyebut nama siapa"

Aku dan Lesya melangkahkan kaki menuju tempat souvenir. Sebelum masuk ke dalam toko, hpku dan Lesya berbunyi.

Ting Nong . . .
"Bang hedon update kayanya", celetukku.

"Iya lah, siapa lagi yang mau repot-repot ngenotice jomblo kalo bukan doi"

Aku membuka notifikasi, aku klik path update-an Putra. Satu foto yang tadi berhasil diabadikan A Rio sedikit Putra edit dengan menambahkan kata "Bandung" diantara tangan aku dan Lesya yang terbentang. Caption yang Putra tulis kali ini adalah "Terima kasih geng. Libur sesaat untuk misi hedon kesekian, zukzez!"

"Unny temen lu kok ya, suka hedon suka alay juga ternyata. Segala bilang makasih, biasanya aja kalo udah dibantu nyelonong gitu aja"

"Lagi khilaf sepertinya, Sya"

Aku senyum ke Lesya. Langkah kami diteruskan masuk ke dalam toko souvenir. Ku tutup aplikasi path dihandphoneku.
-------
"Sya abis darimana aja?"

"Nih, Lo. Banyak kan oleh-olehnya. Lu beli sana buat nyokap lu gih, maen jauh kagak ngasih oleh-oleh buat emak"

"Iya nanti dah. Daripada beli oleh-oleh sebanyak itu, mending buat makan lah. Ya gak, Ur?"

"Ogah dah. Kenyang nih, noh liat bang hedon aja engap gitu mukanya"

"Iya njir. Kacau ny, temen lu si Ilo yang katanya paling kece"

"Hahaha Ilo. Si jago dalam hal santap menyantap. Kalian berdua gak mau makan?"
"Unny mau beli apa?", tanya Uur.

"Gue berdua Lesya aja makannya. Sya pesen apa kek yang enak, pengen meremin mata dulu sebentar, gue ngantuk"

"Kumat deh tidurnya dimana aja. Iya gue beliin deh, minta duit logamnya dong bang kece"

"Lesya pinter amat, beli sendiri sana pake duit lu. Logam gue aja abis"

"Yah bang, yaudah pake duit lu dah sini sekalian ditukerin jadi gue juga sekalian beli makan"

"Nih dah, gue nitip jus alpuket ya atu", Ilo menyerahkan uang seratus ribu ke Lesya.

"Bae-bae, Sya. Beli makannya yang enak", pesanku sebelum menundukan kepala kearah tanganku yang sudah berada di atas meja.

Lima belas menit kemudian.
Tubuhku terasa ada yang menggoyangkan. Terdengar suara cempreng Lesya kemudian, "Unny bangun, lu mau makan gak?"

"Iya, Sya"

Dalam keadaan setengah sadar aku diam bersandar pada bilah bambu yang menjadi pembatas dari tempat duduk lesehan dengan air yang sangat banyak jumlahnya. Seperti jumlah air danau namun khusus disediakan untuk bermain bermacam perahu.

"Unny lu mau makan atau gue bantu Lesya buat ngabisin nih?"

"Iya iya, makan mulu lu. Kasian napa sama gue yang kecil. Ilo gak ngertiin deh"

"Jitak aja, Ny. Ilo emang suka gemesin kalo liat makanan", ledek Uur.

"Eh lu pada. Love dulu dong momen gue di path, repath sekalian, masa gue update sendirian. Kan gak asik"

"Eh iya lupa napa. Nih bang, lu update-in tolong di path gue" Lesya memberikan handphonenya ke Putra.

"Ur, captionnya apa ya?"

"Apa kek bang, gue mana tau, gue aja update cuma foto sama lokasi doang"

"Ayo dong bantuin", sambil menggerak-gerakkan pundak Uur, Putra minta tolong namun sedikit memaksa juga.

"Lu berdua malah berantem, ngapain sih?"

"Ini Unny, si bang hedon bingung captionnya apaan"

"Gak kok, gak kenapa-kenapa. Uur boong aje"

"Sini dah hp Lesya kalo lu bingung, Put"
Putra memberikan handphone Lesya pada Ilo. Sesaat kemudian bunyi notifikasi di handphone kami, kecuali handphone Lesya.

Ting Nong . . .
Setelah melihat hasil update Lesya di path, yang disponsori foto Putra dan caption Ilo. Aku nyengir-nyengir sendiri.

"Sya, si kece parah nih"

"Uur mulutnya, diem napa. Belom ada sejam"

"Hahaha i know what you mean, Ur"

"Iya bener, Ny. Gue juga tau si Uur maksudnya apa. Hahaha"

"Putra diem dong", Ilo memanyunkan bibirnya.

"Ada apaan emang? Kok gue gak tau"

"Liat nih, Sya!"

Uur menyerahkan handphonenya ke Lesya.

"Loilooo! Berani kan sama gue"

"Jangan marah dong, Sya", kedip Ilo.

"Bodo"

"Kalo ngambek, lucu. Nanti gue jeburin ke danau ini aja gimana? Hahaha"

"Bodo"

"Yaudah ah jangan ngambek, nanti gue beliin boneka deh tuh di toko souvenir, sekalian beli oleh-oleh buat nyokap"

"Bodo"

"Bener Sya gak mau? Yaudah"

Lesya terdiam.

"Yuk, Sya. Mau gak nih boneka? Cup cup cup, mblo ayo dong. Masa ngambeknya lama gini", Ilo duduk disebelah Lesya lalu menyenggol-nyenggol lengannya.

"Ilo Ilo Ilo...", kami bertiga yang menonton usaha Ilo buat bikin Lesya gak gambek lagi menyemangati pelan-pelan sambil cengar cengir menahan tawa.

"Syaaa...ayo ah, kelamaan ngambek nanti makin lama ngejomblonyaaa", goda Ilo sambil mengacak-acak rambut Lesya.

"Ah parah banget ngedoainnya. Yaudah deh ayo"

Masih dengan bibir manyun, Lesya bangun.

"Senyum dulu baru kita beli bonekanya", Ilo masih ngebujuk Lesya.

"Nihhhhh", Lesya senyum, agak terpaksa.

"Nah gitu. Kuy, let's go!", Ilo menggandeng tangan Lesya.

(Kuy; sebutan remaja sekarang untuk ajakan ayo. Biasanya menggunakan kata yuk, tetapi ini cara membacanya dibalik jadi kuy)
-------
"Sampe juga akhirnya di hotel. Gue duluan mandi ya, gak enak nih badan. Mana ngantuk juga, takut keburu tidur"

"Silahkan silahkan mba bobo yang jomblo", ledek Lesya.

"Yeuh jomblo treak jomblo", aku melempar handuk di kamar mandi kearah muka Lesya. Yap tepat sasaran, mendarat mulus dimukanya.

"Unny!! Gue bales lu abis mandi"
-------