Selasa, 15 September 2015

Bukan Bengbeng

Karena hidupku tidak selalu manis, maka aku berhenti mengharapkan kemanisan pada orang yang salah.

Belum genap dua bulan aku menceritakan si bengbeng, yang katanya kalau emang suka aja baru akan hilang perasaannya setelah empat bulan. Tapi sekarang, manisnya hidup perlahan muncul.

Mungkin karena aku jauh dari bengbeng itu, mungkin karena aku memaksa diriku agar gak terus mengharapkan dia dan mungkin karena ada dia yang lain yang beberapa hari ini membuat hidupku lebih manis. Mungkin, masih mungkin, belum pasti.

Karena jauh, iya aku jauh karena aku ngekos dan aku berhasil mempertahankan diri agar gak merengek ingin pulang terus seperti dua semester sebelumnya.

Karena pemaksaan terhadap diri sendiri, iya aku memaksakan diriku agar berhenti mengharapkan, karena aku tau dia masih ada komitmen sama diri dia sendiri yang ingin sendiri dalam waktu setahun ke depan, namun faktanya dududuh, dia pergi sama mantannya, berdua cuy berdua. Apalah arti ingin sendiri, tapi ke cewek lain tetep iseng sana sini; kasarnya sih menggoda.

Karena ada dia yang lain, iya ada dia yang lain yang datang dalam hidupku. Dia, orang yang pernah aku kenal. Cukup dekat dulu. Dan, ya gak beda jauh sama yang memberikan harapan manis seperti bengbeng, dia yang ini ada saat aku masih kecil, saat aku belum mengenal rasa terhadap lawan jenis.

Dia yang ini, yang awalnya keliatan masa bodo sama aku, yang aku ajak ngobrol jaga jarak, tapi sekarang; kurang lebih lima hari yang lalu. dia yang ada tiap aku bilang sepi, tiap aku minta temenin, ya walaupun gak tiap saat nemenin sih.

Mau dibilang baper, aku takut kecewa kaya yang sebelumnya. Mau dibilang gak baper, tapi hati gak bisa boong. Gimana atuh?

Antara mimpi dan nyata tapi ya emang nyata. Nyatanya ada dia yang ngabarin, nyatanya ada dia yang nemenin dan nyatanya dia yang bikin hati ini ngerasa ada yang beda tiap dia ngechat. Sebatas chat aja ngerasa beda, apalagi nanti pas ketemu, lalalaaa~

Ada yang mengenal dia itu siapa? Iya ada. Karena dia bukan orang yang asing bagi beberapa teman dekat ku. Dia bukan orang baru dihidupku, tapi dia memberikan rasa yang baru dihidupku. Rasa ingin memiliki misalnya hahaha.

Sedikit cukup lah nulis tentang dia, da dianya juga masih semu. Karena semakin banyak tulisannya, takut dibilang makin ngarep sama dia. Efek hati belum siap kecewa lagi, tapi di satu sisi hati ingin ada yang bikin bahagia lagi.

Selasa, 01 September 2015

Belajar Jadi Anak Rantau

Selamat pagi, iya ini masih pagi. Pagi di bulan yang baru dan mungkin pagi kamu yang baru karena sekarang kamu jadi mahasiswa baru. Clap clap clap haha.

Mahasiswa baru, dimana para remaja itu masih semangat-semangatnya buat kuliah, masih semangat-semangatnya buat dateng ke kampus dan mungkin masih semangat-semangatnya ketemu temen baru.

Tapi gak semua begitu sih, mungkin. Karena gak semua yang kuliah itu jurusannya sesuai sama yang diinginkan, karena gak semua yang kuliah itu kampusnya sesuai sama yang diinginkan dan karena gak semua yang kuliah itu jadwal kuliahnya sesuai yang dikhayalkan.

Banyak calon maba pada awalnya berlomba-lomba daftar di kampus yang jauh dan memilih jurusan yang mungkin dia bisa tembus; saat pendaftaran ke univ negeri lewat jalur rapot yang disediakan menteri pendidikan misalnya. Tapi gak kalah banyak juga calon maba yang daftar di kampus dekat dengan rumahnya ya walaupun kadang gak sesuai jurusan karena faktor jarak lebih dekat, ya gak dekat-dekat banget sih, seenggaknya memerlukan waktu sejam dan ongkos yang berlebih untuk sampai ke kampusnya.

Gak ada yang salah emang. Cuma namanya takdir Allah, yang mau kuliah kaya gini kan masih dikategorikan bisa diubah selagi mau usaha. Dari mulai usaha yang mudah (pendaftaran lewat jalur undangan/rapot/lainnya) atau mungkin usaha yang sedikit menantang (pendaftaran lewat jalur tes/ujian mandiri/lainnya)

Bersyukur kalau emang Allah kasih yang mudah ke kamu yang berhasil tembus ke univ negeri karena usaha yang mudah. Allah sayang kalian dan Allah tau itu yang kalian butuhkan; teruntuk yang serius daftar jalur undangan/rapot/lainnya dengan kampus dan universitas yang diinginkan.

Terus buat yang iseng-iseng daftar tapi pas udah berhasil tembus malah kalian sia-siakan gitu aja? Pikir ulang bos. Siapa aja pendaftar yang berhasil kalian sisihkan karena nilai kalian? Siapa aja pendaftar yang kalian hentikan sesaat harapannya yang emang ingin jurusan dan universitas yang kalian dapatkan itu?

Kuliah bukan sekedar pengen jurusan yang sesuai, kuliah bukan sekedar kampus yang sesuai dan kuliah bukan sekedar absen terus cabut.

Tapi kuliah itu bagaimana kalian menerima dan menjalani dengan ikhlas di jurusan yang udah Allah kasih ke kalian walaupun gak sesuai jurusan yang kalian inginkan. Kuliah itu bagaimana kalian menerima dan menjalani dengan ikhlas di kampus yang udah Allah kasih ke kalian walaupun kadang jarak jauh yang mengharuskan kalian merantau menjadi hidup baru kalian. Kuliah itu juga bagaimana kalian semakin dewasa dalam menghadapi masalah dan memperdewasakan obrolan kalian; kebanyakan sih ngobrolin calon pendamping hidup atau kadang berkhayal pengen cepet nikah, punya anak, hidup bahagia, yang kenyataannya gak begitu. Huft.

Belajar hidup jauh karena kampus di luar kota kadang mengharuskan kalian para calon maba yang sekarang udah maba untuk merantau. Ya walaupun cuma Jakarta - Bekasi, itu juga kan luar kota, jadi bisa disebut merantau. Dan karena merantau itu, kadang banyak dari kalian harus ngekos dan hidup sendiri jauh dari orang tua.

Keliatannya sepele, ah kecil, gitu doang pasti bisa. Coba kalian merantau. Buat yang biasa deket sama orang tua, kepergian merantau kalian sebagai maba dalam beberapa hari akan terasa sepi ataupun asing bagi kalian dan tak jarang berujung homesick.

Homesick? Ya aku pernah merasa seperti itu. Aku lupa penjelasan yang pernah ku cari di google itu apa. Tapi yang aku rasa tentang homesick setelah membaca hasil pencarian di google sebelumnya, maka aku bisa menyimpulkan kalau homesick adalah rasa kesepian yang datang tiba-tiba karena belum terbiasa, bisa juga sebagai olahraga jantung karena biasanya ada kaget yang berlebih dengan hidup sendiri di kosan.

Kata homesick juga lebih akrab bagi mereka yang merantau. Apa yang dilakukan seorang perantau kalau homesick datang? Ya karena kesepian dan keinget riuh gaduhnya suasana rumah, biasanya cuma bisa nangis. Aku mah gitu kalau homesick, gak tau deh orang lain gimana.

Perantau yang homesick biasanya emang butuh teman ngobrol yang bisa membiasakan dia jaug dari orang tuanya. Tapi, gak semua orang tau mana perantau yang butuh teman ngobrol mana perantau yang emang siap hatinya buat jauh sama orang tuanya.

Jadi seorang perantau juga kadang gak semua orang tua setuju dengan berbagai alasan. Mulai dari yang gak mau anaknya jauh dari orang tua, terus ada alasan gak usah kuliah jauh-jauh kalau bisa yang deket aja dan alasan yang lain yang mungkin dateng kapan aja saat kalian siap merantau.

Dan aku adalah salah satu mahasiswa yang awalnya gak disetujui kuliah jauh sama papa sedangkan mama ya setuju-setuju aja walaupun sedih juga tuh pas anaknya bener ngerantau. Cie mama suka gitu deh haha.

Terlalu panjang ceritanya kenapa aku bisa kuliah jauh, kalau emang kalian niat kuliah jauh dan gak sekedar iseng-iseng dan mau tanya bagaimana cerita aku jadi perantau, line aja ke saraphaaan.

Dan yang perlu kalian garis bawahi, kalau emang mau kuliah jauh tapi orang tua kalian gak yakin, coba kalian yakinin dengan bismillah daftar di kampus yang biaya nya lebih murah dibanding kampus yang waktu tempuhnya kurang lebih sejam dan makan banyak ongkos, bisa biaya kuliahnya atau biaya hidupnya juga.

Sebisa mungkin kalian memberikan hasil yang bagus walaupun kalian kuliahnya jauh tanpa orang tua. Itu adalah bukti merantau kalian berhasil.

Merantau bukan sekedar tinggal jauh dari orang tua. Merantau bukan sekedar aku bisa hidup mandiri. Merantau bukan sekedar cari ilmu bermanfaat saja.

Tapi merantau mengajarkan kita untuk selalu menghargai waktu ketika ada waktu untuk bertemu orang tua di rumah.

Merantau mengajarkan kita untuk bisa bersabar menahan rindu karena waktu yang belum mengizinkan untuk bertemu orang tua di rumah.

Merantau mengajarkan kita bagaimana kita menghargai uang dan tidak boros menggunakannya karena emang kita hidup jauh dari orang tua yang gak setiap saat kita bisa minta lagi uangnya untuk kita jajan.

Merantau mengajarkan kita lebih mandiri dan seenggaknya merancang kegiatan dalam sehari apa yang ingin dilakukan; mulai dari nyuci piring, nyuci baju, ngejemur, nyapu, ngepel, ah banyak deh pokoknya.

Merantau mengajarkan kita bagaimana bertanggung jawab dengan diri sendiri; bangun pagi untuk shalat Subuh sendiri, karena kalau bukan diri kita yang memaksakan diri kita untuk bangun maka ya kita sendiri yang merugi.

Merantau mengajarkan kita untuk saling mengenal dengan berbagai teman perantau lainnya yang beraneka ragam; mulai dari cara ngomongnya, tata bahasanya, ya banyak juga yang lainnya.

Merantau juga mengajarkan kita bagaimana diri kita lebih sopan lagi di kota orang dan bagaimana menghargai tata tertib yang ada di kota itu.

Selamat merantau maba atau mungkin calon maba selanjutnya, berjuang. Merantau bukan hanya tentang bertahan hidup tapi merantau adalah cara mendewasakan diri dengan cara yang berbeda.