Selasa, 24 Januari 2017

Polusi Rindu - (Puisi)

Polusi Rindu

Karya Sr. Azzahra

Ku buka lebar jendela kamar 
Menatap indah luasnya sawah 
Terbuai mesra langit biru mempesona 
Matahari pun menampakan cahayanya 

Sayang, hidup sehat itu sulit 
Sesulit aku menemukanmu kembali 
Kamu tau, saat ini udara disekitarku hitam 
Penuh dengan polusi rindu 

Kotor udara yang ku hirup 
Tercemar sudah dengan kerinduan 
Aku rasakan sesak dada ini
Harapku perjumpaan kita, kelak jadi obatnya

Bandung 
15 November 2016

- - - - - - -

Selamat pagi, ah senangnya bisa menyapa dunia maya di pagi yang cerah. Cerah kalau di Bogor, khususnya Bojonggede, kalau kota lain gimana? Coba lah bantu-bantu komen biar bagi info.

Apa kabar nih? Semoga sehat ya, apalagi itu dompetnya, semoga selalu sehat haha. Tumben bisa bersapa di pagi hari ini kaya gini, tumben kan? Hahaha. Ya ini efek samping kali ya, dari lamanya keinginan nulis tapi gak nulis-nulis sejak beberapa hari yang lalu.

Mau ada info penting yang gak penting-penting amat sih kayanya. Eh tapi penting deng, penting. Info apa coba?

INFO UNTUK PARA COPY PASTE KARYA, yaps begini infonya. Teruntuk para copy paste karya, khususnya karya Sarah, menurut Sarah copy paste itu ya sah-sah aja. Sah? Alhamdulillah, halal bro!

Eh bukan, bukan sah kaya gitu. Sah itu ya berarti Sarah perbolehkan. Asique kan asique? Tapi, ini yang pentingnya nih, tapi tolong tuliskan di puisi itu karya Sarah Azzahra atau bisa kalian cantumkan link blog Sarah saraphaaan.blogspot.co.id atau mau yang lebih spesifik link puisi Sarah - Polusi Rindu, http://saraphaaan.blogspot.co.id/2017/01/polusi-rindu-puisi.html atau cantumkan apa pun yang menjelaskan bahwa itu karya Sarah, bukan karya kalian. Karena menurut Sarah dengan membubuhkan nama di puisi yang kalian copy paste untuk tugas dan untuk keperluan lainnya, sangat menjelaskan bahwa kalian para copy paste yang mampu menghargai para penyaji karya.

Oke cukup, gitu aja sih sebenernya. Tambahan info penting lainnya yakni info ini berlaku untuk semua jenis karya orang lain yang ingin kalian copy paste. See you!

Muah
Tolong rindukan aku!

Rabu, 04 Januari 2017

Menghadapi Yang Tak Sesuai Harap

Pagi ini dimulai dengan, Basmalah!

Sambil menunggu Subuh yang teduh, mari sejenak Sarah ajak kalian bersimpuh. Setidaknya cerita-cerita tentang kecewa yang terus mengikuti tanpa permisi perihal kehadirannya, bisa kita bahas bersama.

Siapa sih yang gak pernah kecewa? Ngaku coba ngaku? Kalau sampai ada yang gak pernah kecewa, wah hebat!

Yang memberanikan diri baca postingan baru ini, pasti berani membagi kecewanya dong sama Sarah? Kalau gak berani, mundur tiga langkah, satu, dua, tiga...duh Sar, garing! Emangnya permainan Donal Bebek.

Oke, maafin belum apa-apa udah bercanda. Hiks. Sengaja, biar membedakan kalau pagi ini Sarah udah gak terpuruk kaya awal tahun kemarin. Yang tiba-tiba aja update galau, ya emang bener galau sih ha ha ha.

Penasaran galaunya Sarah kaya gimana? Penasaran dong? Kalau pun gak penasaran juga ya gak apa-apa. Tapi buat yang pada penasaran, coba visit entri tanggal 01 Januari 2017 aja dulu biar gak penasaran lagi.

- - - - - - -

Galau, kata yang mencerminkan kekecewaan. Biasnya, mata sembab, jika kegalauan tingkat tinggi atau hanya sekedar diam membatu tanpa kata, jika kegalauan masih bisa diatasi dengan geming lalu tidur.

Jadi kemarin Sarah baru aja kecewa? - Yap! Tepat!

Kecewa sama siapa, Sar? - Kecewa aja sama diri sendiri.

Loh? Aneh! - Ya emang kecewa sama diri sendiri, kok dibilang aneh?

Tapi kan? - Tapi apa? Coba ditanya balik, pernah gak berharap diri sendiri mampu ngerjain soal matematika yang sulitnya serius kemudian kalian tau kalau kapasitas otak gak jago buat hitung-hitungan? Harap kalian gimana? Bisa ngerjain tapi endingnya...bakal nyontek ke teman, right?

- to be continued -

Btw, izin dulu yay sebentar. Ada tugas panggilan dari yang Maha Tahu, tau segala isi hati, meskipun hati Sarah sendiri lagi kosong gak ada yang isi. Et baper!!! - 04.24 WIB.

- I'll be back, wait for a second -

Hola. I'm back. Sekarang udah 04.45 WIB lumayan lama ya ngerjain tugasnya. Iya lama, kan sambil bengong. Hm. Langsung back aja ya sama pertanyaan tadi, mari.

Iya sih, bakal nyontek. Cuma seenggaknya usaha dulu lah, usaha baca soal-soalnya, usaha nyari teman yang bisa dicontekin, jadi buat apa galau? - Ih bener aja jawabannya. Cuma gini loh, itu masih bisa diatasi ketika kalian ada di keadaan terpuruk dan tau kekurangan diri kalian tapi teman atau mungkin orang terdekat kalian masih bisa ngebantu menutupi kekurangan yang ada. Setuju?

Hm. Iya setuju, terus terus? - Bedain sama keadaan pas kalian diuji ulang tentang materi yang sama, materi hitung menghitung yang rumit, tapi kalian dipisahin sama teman kalian yang biasa kalian tumpangi buat nyontek. Bakal bisa ngerjain?

Ya bisa jadi gak bisa. Mau gimana lagi? Dibilang galau ya bukan galau pengen nangis atau apa, paling nyesel kali ya... - Nah! Sekarang Sarah tanya, nyesel itu kecewa kan? Kecewa sama siapa? Sama diri sendiri?

Hm. Iya sih. Oh jadi maksudnya, kemarin abis kecewa gara-gara gak bisa ngerjain tugas kuliah ya? Gitu doang galau! - Yeuh ngaco. Bukan. Ini galau karena kecewa yang dibuat diri sendiri.

Udah ah cape tanya jawabnya, langsung aja ke poin penting kecewa yang ada kemarin, tepatnya tiga hari yang lalu, entri tanggal 01 Januari 2017.

Ini ulah Sarah juga sih ya, yang doyan nyari eksistensi tapi tak kunjung membuahkan hasil. Niatnya ngukur potensi, ngarepinnya eksistensi, ya salah. Tapi...sekarang sadar sih, kalau bukan karena eksistensi, apa artinya punya potensi?

For example, kalian punya potensi nulis, hobi dah nulis pokoknya, setelah itu mengkerucutkan nulis cerpen dan puisi, orang bakal ngerti kalian punya potensi itu gimana? Ya, ada blog. Ada wattpad. Ada yang lain lagi mungkin yang bisa dicoba, catatan di facebook, mungkin. Mulai dah tuh nulis kan.

Lalu, lalu, lalu. Kalian bisa dihargai hanya dengan nulis-nulis kaya gitu? Bisa lah, kalau emang karyanya langsung bagus. Tapi gimana kalau keadaannya karya kalian B aja (biasa aja)?

Biasa tuh, ya biasa. Pembaca blog, wattpad dan catetan facebook, ya paling banyak 30 orang. Belum lagi kalau karyanya gak ditunggu banyak pihak, duh makin nyes gitu rasanya.

Kalian bisa apa kalau udah kaya gitu? Nyari event nulis kumpulan cerpen? Event nulis antalogi puisi? Biar apa nyari event kaya gitu? Ngukur potensi diri, katanya sih gitu.

Ya sekali dua kali sih bisa dianggap ngukur potensi diri. Tapi kesekian kali karena ketagihan, ikut event kaya gitu ya karena nyari eksistensi. Coba renungi lagi coba. Benerkan nyari eksistensi?

Udah bilang aja bener gitu nyari eksistensi, biar gak malu juga Sarahnya kalau ternyata salah menyimpulkan. Hiks.

Terus nih gini, udah salah niat mau ngukur potensi malah nyari eksistensi, bukannya dapet gelar juara biar langsung nyata eksistensinya malah sebatas kontributor atau karya berhak terbit bareng karya-karya orang lain. Berarti, masih abu-abu dong eksistensinya. Punya kuasa lebih biar potensi nulis diakui orang banyak? Ya, bisa jadi gak.

Kalau udah begitu endingnya gimana? Kecewa? Pasti. Putus asa? Pernah. Gak dihargai? Yap tepat. Luar biasa dah kalau kalian sanggup ngelewatin semua rasa itu sendirian gak nangis. Salut!

Tapi kalau ternyata kalian gak sanggup melaluinya dengan tanpa tangisan, Sarah punya cara-cara yang mungkin cukup ampuh menghadapi kecewa. Mau tau? Mari mari, dibaca lanjutannya. Siapin dulu mata yang mampu melek lama ya, karena kemungkinan tulisan ini masih panjang.

Menghadapi kecewa supaya gak berkelanjutan, apa aja ya cara-caranya?

1. Tak bersuara. Kata kerennya sih, diem. Selagi masih bisa diatasi dan disembunyikan antara diri sendiri dan Tuhan, yaudah diem aja.

2. Dengerin lagu. Ini perlu digarisbawahi, usahakan dengerin lagu yang tempo lagunya cepat. Lagu dangdut misalnya. Usahakan lirik lagu juga mengundang bahagia, jangan malah nyari lirik lagu yang bikin diri kalian makin larut dalam kecewa. Kan bodoh. Eh kasar ah si Sarah, duh.

3. Ceritakan. Yap ini mungkin yang paling ampuh. Karena biasanya ketika kecewa, butuh orang lain yang mau mendengarkan kekecewaan. Butuh orang lain yang mau merangkul meskipun diri sedang berada di posisi terbawah. Dan butuh orang lain yang mau tetap dan akan selalu mendukung, agar mudah meraih bahagia yang baru setelah kecewa. Selain itu, perlu diperhatikan pula pada siapa kekecewaan akan diceritakan. Karena biasanya, hanya orang tertentu yang memiliki tiga kriteria mau seperti yang sudah dijelaskan diatas. Dari ketiga kriteria tersebut, menurut Sarah cukup lah orang tersebut bisa dipercaya untuk menemani dan memahami kala keadaan tak sesuai harap menghampiri.

4. Nulis. Kalau saran yang ini, khusus yang doyan nulis. Suka ngelahap segala rasa jadi karya tulis. Berdedikasi dengan dunia penulisan. Poin pentingnya, mencurahkan isi hati dengan mengesampingkan segala potensi dan pencarian eksistensi. 

5. Bersyukur. Nah ini, the power of kalau berharap yang baik itu hanya berharap pada Tuhan Yang Maha Segalanya. Coba kalau berharap lagi sama diri sendiri yang belum ada apa-apanya? Berharap sama lagu yang mampu menyenangkan tapi nyatanya gak? Berharap ada orang lain yang menemani dan mampu mendengarkan tepat di waktu kalian kecewa tapi keadaanya gak ada? Berharap bisa nulis tapi tangan gemetar tiap ingin menuliskan kata-kata kecewa? Emang bakal kelar kecewanya? Ya kagak. Kecewa kalian kelar, kalau kalian mampu bersyukur.

Cukup dulu ya lima aja. Kalau emang ada saran lain buat menghapus kecewa versi pembaca, lanjutkan dikolom komentar. Pelit ih kalau sampai baca doang gak ikut komen. Cukup tau dah ah.

Cara-cara diatas gak cuma diaplikasikan untuk kecewa karena belum meraih eksistensi ya. Bisa juga diaplikasikan buat kecewa-kecewa yang lain. Kecewa gitu, sempet sia-siain Sarah dulu. Hah? Ngarep lagi deh.

Sampai jumpa! Diakhiri dengan, Hamdalah!

Minggu, 01 Januari 2017

Andai Bisa Ditertawakan Saja

Lagi, jiwaku tak dipersiapkan untuk kalah. Meskipun aku juga tau jiwaku masih tak pantas untuk juara. Mungkin seperti itu tau diri yang kadang menjadi lupa diri.

Kesekian kalinya kecewa, dikecewakan dan mengecewakan yang diperbuat oleh diri sendiri. Bodoh? Ya tentu, sebut saja aku si bodoh.

Pencarian eksistensi untuk jiwaku, aku rasa cukup. Mungkin untuk sementara, atau bisa juga untuk selamanya. Oh begini kah jiwa yang terluka atas belatinya sendiri?

Putus asa. Tak ada lagi resah untuk sastra. Tak ada lagi harap untuk juara. Ya seperti ini malam ini, lebih gulita dari hari-hari yang telah aku lalui dengan asa, resah, dan harap dalam doa.

Satu persembahan isi hati, tanpa diksi yang mengikatnya menjadi puisi. Berikut satu persembahan maaf atas segala hina diri ini, bahwa tanpa bukti untuk apa jiwaku meneruskan berdedikasi untuk semua karya sebagai wujud eksistensi diri?

Diiringi lagu Lady Gaga, Million Reasons, rujukan salah satu orang terdekatku, kini jiwaku bersembunyi. Begitu juga salah satu bagian lirik lagu tersebut yang mampu menjelaskan keadaan jiwaku malam ini.

"I bow down to pray, I try to make the worst seem better. Lord, show me the way . . ."

Lalu dengan lagu terakhir yang mengiringi tulisan ini agar cepat selesai. Yakni lagu James Arthur, Say You Won't Let Go. Bahwa dengan lagu tersebut jiwaku mengiyakan berharap lebih tinggi ada yang mampu mendampingi ketika jiwaku berada di titik jenuh kesendirianku disertai rasa kecewa karena si bodoh.

Andai saja diizinkan, jiwaku ingin menertawakan si bodoh. Menertawakan segala keputusasannya yang membuatnya menjadi tau diri. Menertawakan tamparan dari belatinya yang kini sudah membangunkannya dari mimpi-mimpinya tentang gelar juara yang tak pernah ada di segala arah hidupnya.